Letaknya
di beberapa lokasi agak tersembunyi, walau di tepi jalan protocol Kota
Surabaya. Jadi, kerap luput dari perhatian mereka yang berlalu-lalang di
sekitarnya. Gardu ANIEM, atau dalam bahasa Belanda disebut transformatorhuis,
alias Rumah Trafo. Walau tidak banyak memberi fungsi kini, bangunan persegi
dengan atap sekilas berbentuk limas berornamen. Coba amati beberapa saat, akan
tampak hal menarik pada aksen arsitekturalnya. Bentuk bangunan yang menarik
dengan langgam yang khas tempo dulu.
Gardu aniem ini dulunya berfungsi sebagai gardu
listrik 6 KV di jamannya. Dalam rangka mendistribusikan kebutuhan listirk di
Surabaya, didirikan gardu listrik di beberapa titik, di Jalan Dukuh, Jalan KH.
Mas Mansyur, Jalan Kebalen Timur, Jalan Kedungdoro, dan Jalan Panglima
Sudirman. Manfaat trafo ketika
itu, adalah suatu alat listrik yang dapat
mengubah taraf suatu tegangan AC ke taraf yang lain. Maksud dari pengubahan
taraf tersebut di antaranya seperti menurunkan tegangan ataupun menaikkan
tegangan. Sehingga, arus listrik bisa stabil dan terkendali tegangannya.
Disebut gardu Aniem, karena gardu itu merupakan
warisan salah satu perusahaan distribusi listrik di zaman Belanda. ANIEM
singkatan dari Algemeene Nederlandsch-Indische Elecriciteits Maatschappij. Dibangun
sekira tahun 1910 -an. Sekilas sejarah kelistrikan di Surabaya, bermula ketika
perusahaan gas Nederlands Indische Gas Maatschappij (NIGM), berkantor di
Jakarta, pada tanggal 26 April 1909 mendirikan ANIEM. Sebagai salah perusahaan
swasta yang di beri hak untuk membangun dan mengelola sistem kelistrikan di
Indonesia pada waktu itu.
ANIEM merupakan perusahaan yang berada di bawah NV
Handelsvennootschap, yang sebelumnya bernama Maintz & Co. Perusahaan ini
berkedudukan di Amsterdam dan masuk pertama kali ke Kota Surabaya pada akhir
abad ke-19, dengan mendirikan perusahaan gas NIGM tadi. Pada tahun 1909,
perusahaan ini diberi hak untuk membangun beberapa pembangkit tenaga listrik
berikut sistem distribusinya ke kota-kota besar di Jawa.
Infrastruktur dari kinerja distribusi listrik di
Surabaya masih tersisa. Satu di antaranya gardu ANIEM. Di salah dinding gardu
itu terdapat tempelan peringatan dari plat besi cor bertuliskan dalam tiga
bahasa: Levensgevaar (Bahasa Belanda) Awas Elestrik (Bahasa Melayu), dan dalam
huruf Jawa (Honocoroko) yang berbunyi Sing Ngemek Mati. Kata tersebut
dilengkapi dengan tanda kilat, tampaknya ditujukan bagi orang yang tidak bisa
membaca sama sekali.
Bangunan gardu listrik berbentuk kerucut ini
di tetapkan menjadi bangunan cagar budaya sesuai dengan surat keputusan
Walikota Surabaya No. 188.45/363/436.1.2 (Berbagai Sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar